MotangRua: Kisah Heroik Pahlawan Manggarai (1) Motang Rua, pahlawan asal Manggari, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) Nama Motang Rua, yang lahir tahun 1860, sudah tak asing lagi. Dia adalah salah satu pejuang yang menentang penjajahan Belanda atas tanah Manggarai-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal abad ke-20.
Pada posting kali ini kami akan membagikan beberapa cerita rakyat Malaysia yang paling populer. Posting kali ini akan menambah wawasan adik-adik semua mengenai dongeng dan legenda yang berasal dari negara tetangga kita yaitu Malaysi. Penasaran dongeng apa saja yang populer disana? Ini dia kisahnya Kumpulan Cerita Rakyat dan Dongeng Malaysia Paling Terkenal Pria Muda Menunjukkan Cinta Sejati Ini adalah kisah cinta sejati seorang pria muda untuk kekasihnya, yang sangat dia cintai sehingga dia cukup berani untuk mempertaruhkan nyawanya, melawan seekor naga. Dua ratus tahun yang lalu, ada seorang putri bernama May Yee. Dia lahir di Malaysia. Dia ingin menikah dengan seorang pria muda, tetapi pria itu sangat miskin. Sang Ratu, ibu dari Putri May Yee sangat marah mengetahui anaknya ingin menikah dengan pemuda itu. Ibunya berkata, “Apakah kamu yakin ingin menikah dengannya? Kamu tahu, kamu adalah gadis tercantik di dunia. ” Untuk itu sang putri berkata, “Aku kenal dia. Dia adalah orang yang baik. Dia sangat mencintaiku, dan aku juga mencintainya. “ Suatu hari, seekor naga ganas muncul di kota mereka. Naga itu membunuh banyak penduduk desa. Kemudian Ratu berkata siapapun yang membunuh naga itu akan mendapatkan keinginannya dikabulkan olehnya. Pemuda itu berkata kepada Ratu bahwa dia akan pergi untuk membunuh naga yang telah mengganggu Desa. Setelah itu, dia mengambil pedang dan pergi untuk membunuh naga itu. Sebenarnya si Pemuda memiliki rasa takut, tapi dia ingin menikahi sang putri. Si Pemuda berkata kepada Putri May Yee, “Jangan khawatirkan aku. Aku berencana untuk membunuh naga. Setelah itu kita bisa menikah. ” Lalu dia pergi untuk membunuh naga itu. Naga itu sangat kuat, dan mereka bertempur hebat. Namun karena semangat dan ke gigihan pemuda itu, akhirnya dia berhasil membunuh si naga. Sang putri sangat senang sampai dia menangis bahagia. Setelah itu ratu setuju mereka bisa menikah, dan mereka menjadi pasangan. Cerita rakyat ini bercerita tentang seorang pemuda yang sangat mencintai kekasihnya sehingga dia akan melakukan apa saja untuknya. Dia bahkan tidak peduli jika dia akan mati. Legenda Rakyat Malaysia Merong Mahawangsa Cerita Rakyat Malaysia Merong Merong Mahawangsa Alkisah pada zaman dahulu, hidpulah seorang pemuda bernama Merong Mahawangsa yang sangat gagah dan perkasa. Dia dikatakan sebagai keturunan Alexander Agung, kapten angkatan laut dan pengelana terkenal yang datang ke Asia beberapa tahun yang lalu. Itu adalah masa ketika Kekaisaran Romawi berada di puncak kekuasaannya, pada masa pemerintahan Hadrian – salah satu dari Lima Kaisar yang Baik. Pada saat itu, Dinasti Han Tiongkok, dikukuhkan dengan kokoh sebagai kekaisaran yang berkuasa dan berkembang ke Asia Tengah, seratus tahun sebelum periode Tiga Kerajaan. Namun Romawi menghadapi masalah dengan kapal mereka. Armada Romawi melakukan perbaikan dan perdagangan di Goa. Tiba-tiba, mereka sadar bahwa mereka mungkin meminta Merong Mahawangsa yang gagah berani untuk mengawal seorang pangeran Romawi ke Asia Tenggara. Tujuannya adalah agar sang pangeran menikah dengan seorang putri Cina yang cantik dari Dinasti Han. Dan mereka segera memulai perjalanan mereka untuk bertemu dengan putri cantik itu. Putri Cina dan pangeran Romawi seharusnya bertemu di tengah jalan dan menikah dengan alasan netral. Namun, semuanya tidak berjalan semulus yang direncanakan. Bangsa bajak laut Geruda memutuskan untuk menculik putri Tiongkok dan menggunakannya sebagai tebusan. Perkelahian dimulai saat armada Merong Mahawangsa diserang pasukan Geruda saat mendekati Selat Melaka sambil singgah di pulau kecil untuk mengisi perbekalan. Akhirnya, Merong Mahawangsa berhasil menyelamatkan sang Putri dan mempertemukannya kembali dengan tunangannya dalam sebuah pernikahan. Pernikahan itu telah mempertemukan dua peradaban besar dari Timur dan Barat. Nilai moral Membantu orang adalah perbuatan yang mulia. Dongeng Malaysia Fabel Kancil dan Buaya Sang Kancil adalah seekor hewan yang pintar. Kapanpun dia berada dalam situasi yang buruk, dia selalu memainkan trik cerdik untuk melarikan diri. Dalam cerita ini, Sang Kancil memperdaya Sang Buaya, seekor buaya besar dan jahat, yang ingin memakannya. Di sepanjang sungai terdapat banyak pohon tempat tinggal Sang Kancil, sehingga ia tidak pernah kesulitan mencari makan. Selalu ada banyak daun. Dia menghabiskan waktunya dengan berlari dan melompat dan melihat ke sungai. Sang Buaya, yang jahat, tinggal di sungai bersama buaya lainnya. Mereka selalu menunggu untuk menangkap Sang Kancil untuk makan malam. Suatu hari ketika si Kancil sedang berjalan di sepanjang sungai, dia melihat beberapa buah yang enak di pepohonan di seberang sungai. Sang Kancil ingin mencicipi buah yang kelihatannya enak karena dia sedikit lelah makan daun. Dia mencoba memikirkan cara untuk menyeberangi sungai, tetapi dia harus berhati-hati. Ia tidak mau ditangkap dan dimakan oleh Sang Buaya. Dia perlu menipu Sang Buaya. Sang Kancil tiba-tiba mendapat ide. Dia memanggil buaya, “Hai Buaya! Buaya! ” Sang Buaya perlahan keluar dari air dan bertanya kepada Sang Kancil mengapa dia meneriakkan namanya. Dia bertanya kepada Sang Kancil, “Apa kau tidak takut aku akan memakanmu?” Kemudian dia membuka mulut besarnya sangat lebar untuk menakuti Sang Kancil. Sang Kancil berkata, “Tentu saja, saya takut padamu, tetapi Raja ingin saya melakukan sesuatu. Dia mengadakan pesta besar dengan banyak makanan, dan dia mengundang semua orang, termasuk Anda dan semua buaya lainnya. Tapi pertama-tama, saya harus menghitung kalian semua. Dia perlu tahu berapa banyak dari Anda yang akan datang. Tolong berbaris di seberang sungai, jadi aku bisa berjalan melintasi kepalamu dan menghitung kalian semua. ” Sang Buaya sangat bersemangat dan pergi untuk memberi tahu buaya lainnya tentang pesta dengan semua makanan enak. Segera, mereka datang dan membuat antrean menyeberangi sungai. Sang Kancil berkata, “Berjanjilah untuk tidak memakan saya karena atau saya tidak dapat melaporkan kepada raja berapa banyak dari Anda yang akan datang.” Para buaya berjanji tidak akan memakannya. Sang Kancil menginjak kepala Sang Buaya dan menghitung satu. Lalu dia menginjak yang berikutnya dan berkata, “Dua.” Dia menginjak setiap buaya, menghitung masing-masing, dan akhirnya mencapai sisi lain sungai. Kemudian dia berkata kepada Sang Buaya, “Terima kasih telah membantu saya menyeberangi sungai ke rumah baru saya.” Sang Buaya kaget dan marah. Dia berteriak pada Sang Kancil, “Kamu menipu kami! Tidak ada pesta, bukan? ” Semua buaya menatap Sang Buaya dengan marah. Mereka marah karena dia membiarkan Sang Kancil menipu mereka semua. Si Kancil pun pergi tanpa menghiraukan teriakan si buaya. Sang Kancil menyukai rumah barunya di seberang sungai karena dia punya banyak makanan enak untuk dimakan. Sang Buaya yang malang tidak seberuntung itu. Setelah itu, tidak ada buaya lain yang pernah berbicara dengannya lagi. Selain Kumpulan Cerita Rakyat Malaysia, kami memiliki koleksi ribuan cerita rakyat Nusantara dan Dunia, silahkan gunakan menu pencarian untuk mendapatkan dongeng yang anda inginkan. Baca juga posting legenda kami lainnya yaitu Legenda Asal Mula Danau Lau Kawar Cerita Rakyat Sumatera UtaraLegenda Nyi Roro Kidul Penguasa Laut Selatan Cerita RakyatCerita Rakyat Indonesia Legenda Cindelaras dan Ayam AjaibLegenda Siluman Ular Putih Cerita Rakyat Tiongkok ChinaKumpulan Legenda Indonesia Pendek Paling Terkenal untuk AnakCerita Legenda Jaman Dahulu Beruang di Pohon EukaliptusKumpulan Cerita Legenda dari Dumai dan Kepulauan Riau Pranala luar
Ayahnyasuatu waktu mendengar wangsit untuk melakukan pertapaan di Gunung Agung sekaligus menemui Naga Besukih. Kepada Naga Besukih, ia menjelaskan maksud kedatangannya. Sang naga mengakhiri pertemuan mereka dengan memberikan Sidi Mantra sisik emas. Manik penasaran dari mana datangnya harta sang ayahnya.
1. Pendahuluan Kehadiran tradisi lisan di daerah Flores sangat berperan penting dalam mewarisi kebudayaan. Melalui tradisi lisan suatu kebudayaan dilindungi dan dilestarikan. Adapun bagian dalam tradisi lisan masyarakat yakni cerita rakyat. Cerita rakyat dipandang sebagai salah satu media untuk mengajarkan nilai moral kepada sesama khususnya anak-anak. Cerita rakyat disetiap daerah di Flores tentu memiliki cerita masing-masing yang sarat akan nilai moral. Kehadiran cerita rakyat sangat membantu dalam membentuk karakter seseorang. Penyampaian cerita itu sendiri tentu menggunakan bahasa sehari-haribahasa daerah. Hal ini merupakan satu poin unggul dari cerita rakyat, karena pesan moralnya akan lebih cepat diinternalisasi kepada pendengar. Keberadaan cerita rakyat di dalam kebudayaan mengalami perkembangan yang positif. Beberapa tahun belakang cerita rakyat telah digunakan sebagai media untuk menjelaskan pesan injil. Dalam kegiatan katekese, cerita rakyat digunakan untuk membuat pesan injil mudah dimengerti. Menyadari pentingnya peranan cerita rakyat, maka menjelaskan relevansi cerita rakyat dengan pesan injil merupakan suatu keharusan. Oleh karena itu dalam paper singkat ini penulis akan menjelaskan pentingnya cerita rakyat dalam kegiatan katekese. 2. Pengertian Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah kisah yang aslinya beredar secara lisan dan kepercayaan masyarakat, seperti mite.[1] Seturut pengertian ini, maka perlu juga dibahas mengenai pengertian sasta lisan, karena cerita rakyat merupakan bagian dari sastra lisan. Sastra lisan merupakan bagian dari kesusastraan yang diungkapkan secara lisan dan diiwariskan turun-temurun dalam suatu masyarakat. Banyak karya satra yang sudah tertulis, namun bila ditinjau secara historis, pada mulanya lebih banyak karya sastra yang bersifat lisan seperti pantun, gurindam, seloka, syair, dongeng, mite, legenda, peribahasa, dan lain-lain.[2] Dari pengertian di atas, penulis mengambil garis tengah bahwa cerita rakyat merupakan salah satu tradisi lisan di dalam masyarakat yang diwariskan turun-temurun dan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan suatu kebudayaan. Pengaruh dari cerita rakyat dapat ditemukan dalam inti dari cerita rakyat yang mengandung ajaran moral. Dalam konteks masyarakat Manggarai, cerita rakyat dijadikan sebagai media untuk mengajarkan nilai moral kepada anak-anak. 3. Cerita Rakyat dalam Kebudayaan Masyarakat Manggarai Kekayaan kebudayaan di Flores tentu merata di setiap penjuru. Manggarai sebagai salah satu wilayah kepulauan Flores tentu memiliki kekayaan kebudayaan. Kekayaan kebudayaan itu terwujud dalam banyaknya cerita rakyat yang ada di dalam masyarakat. Adapun salah satu cerita rakyat yang terkenal di dalam masyarakat yakni kisah si Pondik. Bahasa Manggarai Neka Leling Laing Tiong gerak tana to’o hi pondik kengko le enden kudu teneng nda’uk hang gula. Ae gula hitu hia kut ngo sili Borong ba ca karung cengkeh ata poli tihong liha lete ho’o. Bengkes keta nain hi pondik leso hitu hia kole sili mai Borong ba seng do. Le denge tae kudu ngo ba cengken hi Pondik cenggeloat kole enden to’o kudu teneng nda’uk. Konem po penong loek ki one matan koes kaut. Co’o bo nuk koen ae kudu ngo emi seng do hi Pondik one baba sili borong. Gerak koen kaut tana lako hi Pondik ga agu teti ca karung cengkeh. Konem ko mendos cengkeh situ landing toe keta gesar calan le Pondik. Hio bo nuk wa nain tamat kole ba seng do to’ong sili mai Borong. Ae bae liha harga cengkeh ca kilo sili Borong Rp. 120 sebu. Eme cempulu kilod ba diha leso hitu nekin ga ba kole seng sili mai bab Rp. 1,2 juta Toe beheng ngai leso hitu cai sili Borong hi Pondik. Co’o bo tara gelang lakon kudu gelang koe kole ba seng do. Eme poli tibad seng cengkeh situ kudu crnggo koe weli ikang ta’a sili Pasar Borong. “Baba aku ba cengkeh bo cempulu Kilod e. Timbangs kali ga,” tae de Pondik agu baba ata weli cengkeh. Nggo’o ye tombo muing laku. Harga cengkeh leso ho’o toe cama one sua Rp. 120 sebu ca kilo. Leso ho’o pa’u wa ga’as Rp. ca kilo. Eme gorid kali ite kudu timbangs ga,” Tae de baba agu pondik.’desep muing dara wekin hi Pondik. Ae toe manga dengen liha neho meseng main te pa’u harga cengkeh situ bo. Cewen kole bengkes nai diha maing one mai beo harga cengkeh situ Rp. 120 sebu ca kilo. Emon keta wa nukn hitu po ngo kole one baba hi pondik. “Ta baba com timbangs kali ga, taem co’o koley, racek cee ite cengkeh so’o bo ga,” tae de Pondik agu baba agu mendo kin nain. Poli tiba seng situ toe ngai ngon weli ikang ta’an hi Pondik. Nggeluk kaut lakon kole nang one beon. Toe manga neho olomain, ua agu pa’ang agu ngela sa’i. Leso hitu agu rengut sa’in. Nia ba ikan ta’am bo hau ta nana agu co’o tara rengut terus sa’im. Dion keta olo mai hau eme kole ba cengkeh nenggitu ngela keta sa’im, imus terus agu ba ikang ta’a,” tae de enden Pondik. “Ae ende com poka taungs dite pu’u cengkeh sio lau uma ga. Toe gunan piara cengkeh dite pande puar bo uma kaling ko teo manga hargad ga.” Nggitu tae de Pondik agu enden. Ooooo ali hitu bo hau tara toe weli ikang ta’am agu rengut terus rangam ko? Nana konem po pa’us harga cengkeh landing toe keta sendo laku ata pokas. Maram tama manga pu’ud. Bom bae ntaung musi harga di’a koles. Neka leling laing nana. Lelo lehau vanili sio. Pisa ntaung olo pa’u da’at hargad. Sanggen taung ata beber taung vanili ali cempeng. Landinh ho’o nana ga woko toe manga vanilii data harga ga nang Rp. 2 juta ca kilo. Goam taung ata ae toe manga vanili ga,” wale de ended Pondik agu ngedu toe jadi poka pu’u cengkeh hi Pondik. Bahasa Indonesia Jangan Putus Asa Sebentar lagi matahari akan terbit, Pondik membangunkan ibunya untuk memasak nasi untuk makan pagi. Karena pagi itu dia akan ke Borong menjual cengkeh satu karung yang ia kumpulkan selama ini. Harapannya setelah pulang dari Borong ia membawa uang banyak. Mendengar Pondik akan ke Borong menjual cengkeh ibu Pondik langsung bangun untuk memasak nasi untuk makan pagi, walaupun dimatanya masih penuh kotoran. Dengan penuh harapan Pondik membawa uang banyak dari Borong. Setelah matahari agak terang, Pondik jalan dan membawa satu karung cengkeh. Walaupun berat tapi dia tidak pernah mengeluh karena dalam hatinya yang penting membawa uang banyak dari Borong. Karena dia tahu harga cengkeh Rp. 120 per kilo. Dia bayangkan kalau 10 kilo berarti dia akan bawa uang Rp. 1,2 juta. Tidak lama ia berjalan, tibalah di Borong. Dengan harapan cepat pulang bawa uang banyak. Rencananya setelah jual cengkeh ia singgah beli ikan mentah di Pasar Borong. Sampai di tempat jual cengkeh, Pondik langsung menawarkan cengkeh yang dibawahnya. Ia memberitahu baba bahwa cengehnya ada 10 kilo. Ia menyuruh baba untuk menimbang cengkeh itu. “Begini Pondik, saya beritahu memang, harga cengkeh hari ini tidak sama dengan harga cengkeh kemarin. Harga cengkeh hari ini turun menjadi Rp. satu kilo. Kalau mau supaya say timbang” kata baba. Pondik langsung merasa terpukul, karena ia tidak pernah mendengar selama ini kalau harga cengkeh menurun. Padahal dalam hatinya dari kampung tadi harga cengkeh Rp. 120 per kilo. Setelah lama berpikir, Pondik lalu pergi ke baba,” biar sudah baba, timbang saja ini cengkeh, mau bagaimana lagi? Cengkeh sudah ada di sini,” kata pondik, walapun dengan berat hati. Setelah menerima uang ia langsung pulang ke kampung dan tidak jadi membeli ikan mentah. Sesampai di rumah, mukanya merengut terus. Tidak seperti sebelumnya yang selalu ceria. “Mana ikan mentahnya? Dan kenapa kau punya muka merengut terus? Padahal selama ini kau selalu ceria kalau pulang jual cengkeh dan selalu membawa ikan mentah,” kata ibunya. “Begini ibu, sebaiknya kita tebang saja pohon cengkeh yang ada di kebun, sebab tidak ada gunanya pelihara cengkeh, hanya bikin rimbun kebun saja, karena tidak ada harga jualnya,” kata Pondik sambil emosi. “Ooooo itu alasannya kau tidak beli ikan mentah dan muka merengut terus. Pondik biarpun harga cengkeh turun, saya tidak akan setuju jika pohon cengkeh ditebang! Biar pohonnya tetap ada, mungkin tahun depan harganya naik lagi. Jangan putu asa Pondik!, vanili beberapa tahun lalu tidak ada harga jualnya, makanya semua orang membabat vanili karena kecewa dan marah. Coba lihat sekarang, karena tidak ad lagi tanaman vanili maka harganya sangat mahal, Rp. 2 juta per kilo, semua orang menyesal karena tidak ada vanili” Jawab ibunya Pondik. Mendengar jawaban ibunya, Pondik tidak jadi menebang pohon cengkeh. 4. Pengertian Katekese Kateketik berasal dari kata Yunani Katechein. Bentukan dari kata Kat yang berarti pergi atau meluas, dan dari kata Echo yang berarti menggemakan atau menyuarakan keluar. Jadi Katechein berarti menggemakan atau menyuarakan ke luar. Kata ini mengandung dua pengertian. Pertama Katechein berarti pewartaan yang sedang disampaikan atau diwartakan. Kedua Katechein berarti ajaran dari para pemimpin[3]. Menurut kamus liturgi, Katekese berasal dari bahasa Yunani katekein, artinya mengajar. Katekese adalah karya pendidikan agama, terutama untuk calon-calon baptis; atau pelajaran agama untuk menjelaskan pokok-pokok iman dan hidup kristen kepada anak-anak dan umat, untuk memperkenalkan kebenaran iman dan memperdalam hidup menurut iman tersebut[4]. Istilah Katechein yang digunakan oleh umum lama-kelamaan diambil oleh orang Kristen menjadi istilah khusus dalam bidang pewartaan Gereja. Kata Katechein menjadi istilah teknik untuk pelbagai aspek ajaran Gereja. Secara ilmiah kateketik dimengerti sebagai pemikiran sistematis dan pedagogis tentang pewartaan Injil, ajaran Tuhan dan ajaran Gereja kepada manusia dalam hidup konkretnya. Sedangkan segala macam usaha penyampaian ajaran, pendidikan agama atau ajaran Gereja disebut katekese[5]. [1] Save M. Dagun, Kamus Besar ilmu Pengetahuan JakartaLembaga Pengkaji Kebudayaan Nusantara, 2013 Hlm. 1595. [2] LEMBAGA ENSIKLOPEDIA NASIONAL INDONESIA, Ensiklopedia Nasional Indonesia Jakarta PT. Delta Pamungkas, 2004, Hlm. 433. [3] Jakop Papo, Memahami Katekese Ende Nusa Indah, 1987, Hlm. 11. [4] Ernest Maryanto, Kamus liturgi sederhana Jakarta Kanisius, 2004, Hlm. 96. [5] Jakop Papo, loc. Cit.
CeritaKeluarga Pinggir Rel Manggarai, Berjuang Hanya untuk Makan, Anak Putus Sekolah. Keluarga Waluyo bercengkerama sambil menghabiskan sore hari di pinggir rel kereta Manggarai-Cikarang tepatnya di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat (13/3/2021) sore. Keluarga Waluyo merupakan potret keluarga yang termarjinalkan di ibu kota.
JAKARTA, - Kawasan Manggarai dan Jalan Sultan Agung dikenal sebagai salah satu titik kemacetan di DKI Jakarta. Namun, siapa sangka bahwa Jalan Sultan Agung yang memanjang di depan Pasar Rumput menyimpan sejarah kelam perbudakan di Batavia nama Jakarta pada era kolonial pada tahun 1800-an. Tak banyak yang tahu bahwa Jalan Sultan Agung dulunya bernama Jan Pieterzoon Coenstraat Jalan Jan Pieterzoon Coen yang diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda Coenstraat adalah musuh bebuyutan dari Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja legendaris Kesultanan Mataram Islam. Seorang penulis sejarah, Alwi Shahab mengatakan, nama Jan Pieterzoon Coenstraat Jalan Jan Pieterzoon Coen diganti menjadi Jalan Sultan Agung ketika militer Jepang mulai berkuasa di Indonesia. “Kalau enggak salah itu terjadi pada 1943,” ujar penulis sejarah Jakarta itu kepada Historia. Baca juga 5 Gereja yang Berperan dalam Penyebaran Kristen di Batavia Kawasan Manggarai yang berada berdekatan dengan Jalan Sultan Agung dikenal sebagai pusat penjualan budak di Batavia pada tahun 1800-an. Bahkan, kata Alwi, nama "Manggarai" mengacu pada daerah Manggarai di Nusa Tenggara Timur NTT yang menjadi asal mayoritas para budak belian. Para budak itu didatangkan oleh Belanda yang bermula pada saat Pieterzoon Coenstraat menaklukkan Jayakarta sebelum berubah menjadi Batavia pada tahun 1619. Ketika Pieterzoon Coenstraat tiba di Jayakarta, kawasan Manggarai dihuni sedikit penduduk, bahkan nyaris tanpa penduduk. Sebab, orang-orang Jawa dan Sunda yang tadinya tinggal di Jayakarta, telah menghindar dan memilih pergi ke selatan Jakarta yakni Jatinegara Kaum. “Sedangkan untuk membangun Batavia pasca penaklukan, orang-orang Belanda itu memerlukan tenaga kerja,” tulis Alwi Shahab dalam Kisah Betawi Tempo Doeloe Robin Hood Betawi. Itulah sebabnya, Pieterzoon Coenstraat memerintahkan anak buahnya untuk mendatangkan tawanan perang dari berbagai daerah seperti Manggarai, Bali, Bugis, Arakan, Makassar, Bima, Benggala, Malabar, dan Kepulauan Koromandel India. Baca juga Jalan Raden Saleh di Cikini Favorit Pelancong pada Zaman Batavia, Kini Langganan Kasus Praktik Aborsi Mereka kemudian dijadikan budak untuk bekerja dalam berbagai proyek pembuatan benteng, loji, jalan, dan rumah-rumah pejabat Hindia Penjualan Budak Perdagangan budak di Batavia terus berkembang pesat. Selain untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, para budak perempuan juga didatangkan untuk memenuhi nafsu bejat kaum laki-laki kolonial dan mitra bisnis mereka. “Lelaki di Batavia Belanda, Tionghoa, Melayu dan Arab “membutuhkan” budak untuk kawin, sebab wanita Belanda, Tionghoa dan Arab asli hampir tidak ada,” tulis Adolof Heuken SJ dalam Historical Sites of Jakarta. Harga setiap budak awalnya ditentukan oleh usia dan tenaga. Namun, pada abad ke-18, harga jual budak perempuan menjadi lebih tinggi dua sampai tiga kali lipat dari harga jual budak laki-laki. Menurut Heuken, kenaikan harga budak perempuan disebabkan permintaan budak perempuan terutama dari kalangan pebisnis Tionghoa yang mulai meningkat. Baca juga Jejak Pangeran Diponegoro di Batavia, Hampir Sebulan Menunggu Keputusan Pengasingan Para pebisnis tersebut memerlukan budak perempuan untuk memenuhi nafsu bejat mereka dan mengatur rumah tangga. Untuk orang-orang Eropa, mereka lebih menyukai budak perempuan dari Nias dan Bali. Walaupun kekuasaan Pieterzoon Coen telah berakhir, penjualan budak di Batavia masih terus dilakukan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Parra 1761-1755, kurang lebih budak didatangkan setiap tahunnya. Kepemilikan budak bahkan menjadi gengsi tersendiri bagi orang-orang Belanda dan menjadi tolak ukur kejayaan dan kemakmuran. Salah satu orang kaya asal Belanda yakni Van Riemsdijk 1782, dia memiliki 200 budak di rumahnya di Batavia. Jika ditotalkan, harga seluruh budak adalah rijksdaalder. “Kehidupan para budak seringkali sangat berat mereka disiksa dengan kejam jika bersalah, walau kesalahan itu tak seberapa…” ungkap Heuken. Hingga tahun 1814, ada orang berstatus budak di Batavia. Baru 46 tahun kemudian, perbudakan secara resmi dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda. Baca juga Alun-alun Bekasi Menyimpan Kisah Tuntutan Rakyat Pisahkan Diri dari Batavia Meski demikian, penjualan orang terus berlanjut di pedalaman Nusantara hingga akhir abad ke-19. Hendi Jo Artikel di atas telah tayang sebelumnya di dengan judul "Batavia Kota Budak". Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
hSyqN2. 91 404 111 420 418 251 468 76 478
cerita rakyat daerah manggarai